Indeks

Benarkah Pola Makan Tiga Kali Sehari Adalah yang Paling Sehat?

Gambar ilustrasi. Sumber foto: Istimewa.

SUKABUMIKITA.ID – Kebanyakan dari kita sudah terbiasa dengan pola makan tiga kali sehari: sarapan di pagi hari, makan siang di siang hari, dan makan malam saat berkumpul bersama keluarga atau teman. Namun, apakah pola makan ini benar-benar yang paling sehat bagi tubuh?

Sebelum memutuskan seberapa sering kita seharusnya makan, para peneliti menyarankan agar kita juga memikirkan waktu yang tepat untuk tidak makan.

Salah satu konsep yang kini banyak dibahas dalam dunia kesehatan adalah puasa intermiten, yaitu membatasi asupan makanan dalam jendela waktu tertentu setiap harinya.

Menurut Emily Manoogan, seorang peneliti klinis di Salk Institute for Biological Studies, California, puasa selama setidaknya 12 jam dalam sehari dapat memberikan tubuh kesempatan untuk beristirahat dan memulihkan sistem pencernaan.

Dalam penelitiannya yang berjudul “When to Eat”, ia mengungkapkan bahwa puasa teratur membantu tubuh kita melakukan proses penyembuhan dan detoksifikasi.

Rozalyn Anderson, seorang profesor di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat Universitas Wisconsin, juga meneliti manfaat dari pembatasan kalori.

Menurut Anderson, puasa dapat menurunkan tingkat inflamasi dalam tubuh dan mendorong proses perbaikan sel.

“Puasa memungkinkan tubuh untuk membersihkan protein yang salah lipat, yang sering dikaitkan dengan berbagai penyakit,” ujarnya.

Mengapa Puasa Intermiten Bermanfaat?

Puasa intermiten dianggap lebih selaras dengan evolusi manusia. Tubuh kita pada dasarnya dirancang untuk menyimpan dan menggunakan energi secara efisien selama periode waktu tanpa makan.

Anderson menambahkan, puasa memberikan waktu bagi tubuh untuk menyimpan nutrisi yang telah dikonsumsi, sambil membakar cadangan energi yang tersimpan.

Bukan hanya itu, menurut Antonio Paoli, profesor ilmu olahraga dari Universitas Padova, Italia, puasa juga bisa memperbaiki respons glisemik tubuh, yaitu bagaimana tubuh merespons kadar gula darah setelah makan.

“Puasa membantu mengurangi lonjakan kadar gula darah dan, sebagai hasilnya, memungkinkan tubuh menyimpan lebih sedikit lemak,” ujarnya.

Berapa Kali Sebaiknya Kita Makan dalam Sehari?

Pendapat tentang frekuensi makan yang ideal masih bervariasi. Beberapa pakar, seperti David Levitsky, profesor dari Universitas Cornell, New York, menyarankan untuk makan hanya sekali dalam sehari.

Levitsky, yang juga menerapkan cara makan ini, berpendapat bahwa seringnya kita merasa lapar sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh kebiasaan daripada kebutuhan fisiologis.

Namun, Manoogan tidak setuju dengan gagasan ini. Ia berpendapat bahwa makan hanya sekali dalam sehari dapat menyebabkan lonjakan glukosa darah yang tidak sehat selama waktu puasa.

Hal ini, menurutnya, dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Manoogan menyarankan agar kita makan dua hingga tiga kali sehari, dengan sebagian besar kalori dikonsumsi di siang hari untuk membantu tubuh mengolah energi secara optimal.

Apakah Sarapan Itu Penting?

Seiring dengan munculnya praktik puasa intermiten, konsep sarapan pagi seperti yang kita kenal sekarang mulai dipertanyakan. Menurut Seren Charrington-Hollins, seorang sejarawan makanan, kebiasaan makan sarapan baru mulai populer di Abad 19, bersamaan dengan perubahan pola kerja akibat Revolusi Industri.

Sebelum itu, orang-orang Yunani kuno adalah yang pertama kali memperkenalkan sarapan sebagai makan pagi yang ringan sebelum makan besar di sore hari.

Namun, Charrington-Hollins menambahkan, pola makan tiga kali sehari ini sudah mulai berubah. Saat ini, banyak orang yang menantang kebiasaan lama ini dengan beradaptasi ke pola makan yang lebih fleksibel, terutama dengan semakin populernya puasa intermiten.

Kapan Waktu yang Tepat untuk Makan?

Para ahli kesehatan juga menyoroti pentingnya waktu makan. Menurut Manoogan, makan terlalu awal atau terlalu malam bisa berdampak negatif bagi kesehatan metabolik kita.

Tubuh bekerja dalam ritme sirkadian, yang artinya proses pencernaan dan metabolisme kita mengikuti pola waktu alami tubuh. Misalnya, makan di malam hari saat produksi hormon melatonin tinggi bisa menghambat produksi insulin.

Karena itu, sehingga tubuh lebih sulit menyimpan glukosa dengan baik. Hal ini berpotensi meningkatkan risiko diabetes jika dilakukan secara terus-menerus.

Secara umum, para pakar sepakat bahwa pola makan yang ideal adalah dengan memberikan jeda waktu puasa di malam hari, tidak makan terlalu pagi atau terlalu malam, dan memastikan sebagian besar kalori dikonsumsi di siang hari. (cr5)

Sumber:

  • Salk Institute for Biological Studies
  • Universitas Wisconsin
  • Universitas Padova
  • Universitas Cornell
Exit mobile version