SUKABUMIKITA.ID – Ancaman krisis pengelolaan sampah di Kota Sukabumi semakin nyata. Usia Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cikundul diprediksi hanya akan bertahan hingga 2026. Menghadapi kondisi ini, Pemkot Sukabumi memperkuat kolaborasi dengan PT Semen Jawa (SCG) dalam pengembangan sistem Refuse Derived Fuel (RDF).
Wakil Wali Kota Sukabumi Bobby Maulana menyampaikan bahwa RDF bukan hanya sekadar alternatif, tapi solusi utama untuk mengatasi krisis pengelolaan sampah kota yang kian mendesak.
“Kalau skemanya cocok, kita akan gas terus. Saya ingin RDF ini bisa jadi proyek percontohan nasional dan viral sebagaimana tren bersih-bersih di media sosial,” kata Bobby saat pertemuan dengan SCG di Balai Kota Sukabumi, Selasa (05/08/2025).
Skema RDF memungkinkan 30 persen sampah yang telah dipilah langsung dikirim ke SCG tanpa sortir ulang. Hal ini selaras dengan persyaratan penilaian Adipura Kencana yang kini semakin ketat.
Pihak SCG menyambut baik rencana tersebut dan membuka diri terhadap berbagai skema kerja sama. RDF dinilai menjadi substitusi batu bara yang sangat potensial, sejalan dengan target SCG untuk net zero emisi pada 2050.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Sukabumi pun terus menyiapkan infrastruktur pendukung. Kepala DLH Asep Irawan menyebut penyusunan desain RDF sudah 80 persen rampung, namun tantangan pembiayaan masih membayangi.
“Dana dari pusat baru cair tahun 2027. Kita butuh jalan tengah. Salah satunya dengan pinjaman Jepang melalui Bappenas atau swasta,” ungkap Asep.
Sementara itu, opsi mengaktifkan kembali landfill lama juga tengah dipertimbangkan, meskipun memerlukan pengawasan ekstra dan dana besar.
“Target kami, pada 2026 sudah ada fasilitas pengganti TPA. RDF ini harus dikebut,” ujar Asep menegaskan.
Pertemuan ini menandai babak baru arah kebijakan persampahan Kota Sukabumi, dari sekadar pengumpulan dan pembuangan, menuju era pengelolaan berkelanjutan berbasis energi alternatif. (Cr5)
Komentar