SUKABUMIKITA.ID – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara resmi melaporkan empat anggota ormas GRIB Jaya ke Polda Metro Jaya atas dugaan penguasaan lahan milik negara seluas 127.780 meter persegi atau sekitar 12 hektare di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan.
Laporan tersebut dikonfirmasi oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, seperti dilansir dari media nasional, Jumat (23/05/2025). Empat anggota ormas GRIB Jaya yang dilaporkan berinisial AV, K, B, dan MY, bersama dua orang lainnya yakni J dan H.
“Para terlapor diduga melakukan perusakan pagar dan berupaya menguasai lahan milik BMKG secara ilegal. Mereka juga memasang pelang di lokasi dengan klaim bahwa tanah tersebut milik ahli waris,” ungkap Kombes Ade Ary.
BMKG menyatakan bahwa lahan yang diduduki itu telah sah dimiliki negara, dengan dasar hukum kuat berupa Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 1/Pondok Betung Tahun 2003, diperkuat pula oleh putusan Mahkamah Agung RI No. 396 PK/Pdt/2000 yang berkekuatan hukum tetap.
Namun demikian, sejak November 2023, pembangunan Gedung Arsip BMKG yang seharusnya berjalan lancar malah terhambat akibat pendudukan oleh ormas tersebut. Massa ormas disebut memaksa pekerja menghentikan pekerjaan, menarik alat berat keluar lokasi, serta menutup papan proyek.
Bahkan, pos ormas didirikan dan anggota ditempatkan secara tetap di lokasi. Sebagian lahan diduga disewakan kepada pihak ketiga, dan telah berdiri bangunan tanpa izin di atasnya.
BMKG telah mengirim dua kali somasi kepada pihak ormas, namun tak kunjung ditanggapi. Puncaknya, laporan resmi ke Polda Metro Jaya dilakukan pada 3 Februari 2025, dan penyelidikan langsung dilakukan di lokasi. Petugas pun memasang pelang yang menyatakan bahwa area tersebut sedang dalam proses penyelidikan.
“Kami sudah memeriksa sejumlah saksi, termasuk pihak pelapor, perangkat kelurahan, dan instansi terkait. Ini bagian dari target pemberantasan premanisme,” tegas Kombes Ade.
Pihak BMKG pun mengungkap bahwa dalam pertemuan langsung, ormas sempat menuntut uang ganti rugi sebesar Rp 5 miliar sebagai syarat menghentikan pendudukan. BMKG menolak tegas tuntutan tersebut karena merugikan negara dan menghambat proyek penting berskala nasional.
Gedung Arsip BMKG sendiri sangat vital untuk menyimpan catatan resmi, mendukung audit, keterbukaan informasi publik, dan pelayanan kelembagaan.
“Pembangunan ini adalah bentuk pelayanan publik dan wujud akuntabilitas lembaga pemerintah,” ujar Plt Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana.
BMKG berharap kepolisian dan aparat terkait segera melakukan penertiban terhadap pendudukan ilegal oleh ormas, agar pembangunan bisa kembali dilanjutkan dan aset negara tidak dikuasai secara sewenang-wenang. (Cr5)
Komentar