SUKABUMIKITA.ID – Genap 100 hari kepemimpinan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sukabumi, Ayep Zaki dan Bobby Maulana, kritik tajam mulai dilontarkan dari lembaga legislatif.
Kali ini datang dari Agus Samsul, anggota DPRD Kota Sukabumi dari Fraksi PKB, yang menyebut pemerintahan baru ini masih terjebak pada euforia seremonial dan belum menunjukkan arah kepemimpinan yang tegas dan berpihak pada rakyat.
“Seratus hari ini bukan soal hitungan hari kerja, tapi tentang sinyal arah. Sampai sekarang, kita belum melihat pijakan kuat dari Wali Kota dalam menjawab problem nyata masyarakat,” tegas Agus saat ditemui, Sabtu (31/05/2025).
Menurutnya, hingga saat ini belum terlihat langkah konkret maupun lompatan kebijakan yang mencerminkan visi-misi perubahan sebagaimana yang pernah digaungkan saat kampanye.
Ia menyebut bahwa percepatan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) seharusnya menjadi prioritas, bukan dikesampingkan.
“Janji kampanye jangan hanya tinggal di baliho. Harus diturunkan ke dokumen perencanaan seperti RPJMD. Kalau itu pun belum mulai dibahas secara serius, bagaimana mau bicara program kerja?” ujar Agus.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan keberadaan strategi atau blue print pembangunan yang konkret. Agus menyoroti lemahnya respons Pemkot terhadap persoalan sosial mendasar seperti kemiskinan, pengangguran, dan keberadaan PKL yang kian menjamur di pusat kota.
“Persoalan rakyat tak bisa ditangani dengan pencitraan. Lihat saja pusat kota, PKL makin banyak, kemiskinan masih tinggi, dan warga kesulitan mengakses layanan dasar. Di mana roadmap pembangunan yang dijanjikan?” katanya dengan nada serius.
Agus juga mengkritisi lemahnya manajemen tata kelola birokrasi di bawah kepemimpinan Ayep Zaki. Ia menyoroti beberapa kebijakan yang dinilai menabrak aturan dan etika pemerintahan, seperti pengangkatan tim percepatan daerah tanpa dasar regulasi yang jelas, serta pelibatan banyak tenaga dari luar daerah dalam struktur strategis.
“Bukan anti-pegawai luar kota, tapi apakah tidak ada SDM lokal yang mumpuni? Ini soal kepercayaan terhadap potensi daerah sendiri. Belum lagi soal pengelolaan fasilitas publik seperti Lapang Merdeka yang sekarang menuai protes warga,” tegasnya.
Terkait rencana peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Agus menyebut langkah tersebut memang patut diapresiasi, namun ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak membebani rakyat kecil.
“Kalau kenaikan PAD hanya mengandalkan pungutan atau retribusi dari pedagang dan usaha kecil, itu sama saja mengalihkan beban. Harus cerdas menggali potensi, bukan membebani,” tegasnya.
Ia juga menyinggung pentingnya membangun sinergi dengan DPRD, bukan justru bersikap eksklusif dalam pengambilan kebijakan. Menurutnya, komunikasi antara eksekutif dan legislatif belum menunjukkan tanda-tanda harmonis.
“Jangan alergi terhadap kritik. Kami di DPRD hadir bukan untuk menjegal, tapi untuk memastikan pemerintah berjalan di relnya. Kolaborasi bukan cuma jargon, tapi harus nyata dalam praktik,” tegas Agus.
Di akhir pernyataannya, Agus menyampaikan harapan agar momentum 100 hari tidak hanya menjadi pencitraan, melainkan titik balik untuk mulai bekerja secara serius dan berpihak pada masyarakat.
“Kalau 100 hari ini dianggap simbolik, jangan salahkan publik bila mulai mempertanyakan arah kepemimpinan. Masyarakat butuh kepastian, bukan sekedar janji,” pungkasnya. (Cr5)