SUKABUMIKITA.ID – Wali Kota Sukabumi, Ayep Zaki, menyatakan terbuka terhadap berbagai kritik dan masukan terkait program wakaf dana abadi yang baru-baru ini diluncurkan Pemerintah Kota Sukabumi. Menurutnya, program tersebut dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Wakaf serta regulasi yang ditetapkan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Pernyataan itu disampaikan Wali Kota menanggapi aksi unjuk rasa yang dilakukan puluhan mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sukabumi di depan Balai Kota, Senin (14/04/2025).
Dalam aksi tersebut, IMM menyuarakan penolakan terhadap program wakaf yang dinilai minim transparansi dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
“Saya meyakini wakaf dana abadi adalah instrumen pembangunan umat Islam yang sangat baik. Untuk menjelaskannya harus secara resmi, silahkan mau di rumah dinas atau di balai kota, asal dengan tidak teriak-teriak,” ujar Ayep Zaki saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (15/4).
Ia juga mengakui bahwa literasi masyarakat mengenai wakaf, terutama wakaf uang, masih rendah. Oleh karena itu, ia menilai pentingnya sosialisasi secara masif dan melibatkan berbagai pihak agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Sementara itu, Ketua Umum PC IMM Sukabumi, Fajri, menilai bahwa program wakaf abadi yang dijalankan Pemkot Sukabumi bersama Yayasan Pembina Pendidikan Doa Bangsa (YPPDB) mengabaikan prinsip akuntabilitas dan transparansi. MoU program ini diketahui ditandatangani pada 27 Maret 2025.
“Setelah kami lakukan kajian dan investigasi, kami membawa enam tuntutan utama. Karena mengatasnamakan Pemkot Sukabumi, maka seharusnya program ini memperhatikan prinsip partisipasi publik dan akuntabilitas,” ujar Fajri dalam keterangannya kepada media, Senin (14/04).
IMM menyoroti target pengumpulan dana wakaf abadi sebesar Rp2,8 miliar per tahun, yang menurut mereka sangat besar dan berpotensi disalahgunakan bila tidak dikelola dengan transparan. Mereka juga menyayangkan sikap wali kota yang tidak menemui massa aksi selama dua jam unjuk rasa berlangsung.
Di sisi lain, Sekretaris PC IMM Sukabumi, Diki Agus, menyoroti potensi konflik kepentingan dalam pengelolaan program tersebut. Ia menyebutkan bahwa Yayasan Doa Bangsa didirikan oleh Wali Kota Ayep Zaki, dan MoU program ini ditandatangani oleh adik wali kota yang menjabat di yayasan tersebut.
“Secara regulasi, lembaga ini memang di bawah pengawasan BWI, namun masalah utamanya bukan legalitas, melainkan etika dan tata kelola. Ini adalah MoU antara kakak dan adik, yang sangat rawan menimbulkan konflik kepentingan,” tegas Diki.
IMM mendesak agar program ini dihentikan sementara waktu hingga seluruh proses pengelolaan dan pendistribusiannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan publik. Mereka juga menegaskan akan terus mengawal isu ini dan siap melakukan aksi lanjutan jika tuntutan tidak ditanggapi. (Cr5)